Sabtu, 30 November 2013

Tugas kelompok

Kelas : 2EB21

Anggota : 
Tedi Wicaksono (27212322)
Kartika Meylani (24212031)
I Pande Putu Gangga (23212513)
Apri Dwi Yanti (21212012)

Senin, 25 November 2013

Tulisan 4

Nama  : I Pande Putu Gangga W P
NPM   : 23212513
Kelas : 2EB21

Soft skill apa yang harus dimiliki oleh mahasiswa gunadarma ?

Soft skills adalah seperangkat kemampuan yang mempengaruhi bagaimana kita berinteraksi dengan orang lain. Soft skills memuat komunikasi efektif, berpikir kreatif dan kritis, membangun tim, serta kemampuan lainnya yang terkait kapasitas kepribadian individu. Tujuan dari pelatihan soft skills adalah memberikan kesempatan kepada individu untuk untuk mempelajari perilaku baru dan meningkatkan hubungan antar pribadi dengan orang lain. Soft skills memiliki banyak manfaat, misalnya pengembangan karir serta etika profesional. Dari sisi organisasional, soft skills memberikan dampak terhadap kualitas manajemen secara total, efektivitas institusional dan sinergi inovasi. Esensi soft skills adalah kesempatan. Lulusan memerlukan soft skills untuk membuka dan memanfaatkan kesempatan.
Sukses di dalam sebuah pekerjaan tidak hanya bergantung kepada rasio dan logika individu tetapi juga kapasitas kemanusiannya. Kemampuan yang dimiliki manusia dapat diibaratkan sebagai Gunung Es (Ice Berg). Yang nampak di luar permukaan air ialah kemampuan Hard Skill/ Technical Skill, sedangkan kemampuan yang berada di bawah permukaan air dan memiliki porsi yang paling besar ialah kemampuan Soft Skill. Soft skill merupakan kemampuan yang tidak tampak dan seringkali berhubungan dengan emosi manusia.
Banyak ditemukan hasil penelitian yang menunjukkan kesuksesan individu dalam bekerja dipengaruhi oleh karakteristik kepribadian individu. Penelitian kemudian mengarah pada pertanyaan karakteristik kepribadian seperti apakah yang mendukung kesuksesan dalam bekerja. Dari banyak teori kepribadian, teori kepribadian lima faktor (five factors personality) banyak dipakai untuk meninjau kesuksesan dalam bekerja. Lima faktor kepribadian tersebut merupakan gambaran mengenai karakteristik khas individu yang unik dan relatif stabil. Lima faktor tersebut antara lain :
1. Ketahanan Pribadi (conscientiousness). Ketahanan pribadi ini ditunjukkan dengan karakter gigih, sistematis, pantang menyerah, motivasi tinggi dan tahan terhadap beban pekerjaan.
2. Ekstraversi (extraversion). Tipe kepribadian ini ditandai dengan keterampilan membina hubungan dan komunikasi yang efektif, pandai bergaul, bekerja sama, aktif, mengutamakan kerjasama, atraktif dan asertif (terbuka).
3. Keramahan (agreableness). Tipe ini ditandai dengan sikap ramah, rendah hati, tidak mau menunjukkan kelebihannya, mudah simpati, hangat, dapat dipercaya dan sopan.
4. Emosi Stabil (emotion stability). Tipe ini ditandai dengan sikap yang tenang, tidak mudah cemas dan tertekan, mudah menerima, tidak mudah marah dan percaya diri.
5. Keterbukan terhadap pengalaman (openess). Individu dengan tipe ini memiliki daya pikir yang imajinatif, menyukai tantangan, anti kemapanan, kreatif, kritis dan memiliki rasa ingin tahu yang besar.
Soft skills memiliki banyak variasi yang di dalamnya termuat elemen-elemen. Berikut ini akan dijelaskan beberapa jenis soft skills yang terkait dengan kesuksesan dalam dunia kerja berdasarkan dari hasil-hasil penelitian.
1.         Kecerdasan Emosi. Melalui penelitian yang intensif Goleman (1998) menemukan bahwa kesuksesan seseorang tidak hanya didukung oleh seberapa smart seseorang dalam menerapkan pengetahuan dan mendemonstrasikan keterampilannya, akan tetapi seberapa besar seseorang mampu mengelola dirinya dan interaksi dengan orang lain. Keterampilan tersebut dinamakan dengan kecerdasan emosi. Terminologi kecerdasan Emosi diperkenalkan pertama kali oleh Salovey dan Mayer untuk menyatakan kualitas-kualitas seseorang, seperti kemampuan memahami perasaan orang lain, empati, dan pengaturan emosi untuk meningkatkan kualitas hidup (Gibbs, 1995). Kecerdasan emosi juga meliputi sejumlah keterampilan yang berhubungan dengan keakuratan penilaian tentang emosi diri sendiri dan orang lain; dan kemampuan mengelola perasaan untuk memotivasi, merencanakan, dan meraih tujuan hidup.
2.         Gaya Hidup Sehat. Marchand dkk (2005) menemukan bahwa uang jutaan dolar terbuang oleh institusi dan masyarakat karena faktor minimnya produktivitas, pelayanan kesehatan, kecelakaan kerja dan pegawai yang absen dalam bekerja. Pendukung utama dari sekian indikator tersebut adalah gaya hidup individu yang tidak sehat. University of Central Florida memasukkan tema gaya hidup sehat ini sebagai target pengembangan soft skills bagi mahasiswa mereka. Topik yang diangkat dalam pengembangannya memuat nutrisi, manajemen stres, pengelolaan waktu, cultural diversity, dan penyalahgunaan obat terlarang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa gaya hidup yang sehat mempengaruhi tingginya ketahanan, fleksibiltas dan konsep diri yang sehat yang mempengaruhi tingginya partisipasi dalam komunitas.
3.         Komunikasi Efektif. Cangelosi dan Petersen (1998) menemukan bahwa banyak kegagalan siswa di sekolah, masyarakat dan tempat kerja diakibatkan rendahnya keterampilan dalam berkomunikasi. Selain keterampilan komunikasi berperan secara langsung, peranan tidak langsung juga ditemukan. Secara tidak langsung keterampilan komunikasi mempengaruhi tingkat kepercayaan diri dan dukungan sosial yang kemudian dilanjutkan pengaruhnya ke kesuksesan. Soft skills memuat banyak jenis dan variasi. Institusi perlu menetapkan terlebih dahulu jenis soft skills yang dikembangkan. Eksplorasi hasil penelitian dan masukan dari alumni atau pakar dapat dipakai sebagai pertimbangan untuk memilih soft skills mana yang akan ditingkatkan.
Dari penjelasan diatas, hal ini dilakukan untuk memenuhi tuntutan pengguna lulusan yang menuntut bahwa mahasiswa harus mempunyai :
1.interpersonal skills;
2.team spirit;
3.social grace;
4.business etiquette;
5.negotiation skills;
6.behaviour traits such as attitude, motivation and time to approach either a training organisation or a training consultant.

Pendidikan merupakan kegiatan yang sangat penting dalam kemajuan manusia. Kegiatan ini pada dasarnya melibatkan beberapa pihak diantaranya untuk perguruan tingggi yaitu: pendidik (Dosen) dan peserta didik (Mahasiswa). Keterlibatan pihak tersebut merupakan keterlibatan hubungan antar manusia (human interaction) yang mempunyai potensi masing-masing sebagai  aset nasional sekaligus modal dasar pembangunan bangsa.Potensi yang ada tersebut harus dapat  dikembangkan serta dipupuk secara efektif melalui strategi pendidikan dan pembelajaran yang terarah serta terpadu, yang dikelola secara serasi dan seimbang. Oleh karena itu, strategi pendidikan perlu secara khusus memperhatikan pengembangan potensi intelektual maupun bakat khusus yang bersifat keterampilan termasuk  soft skills
Dunia pendidikan  terutama dunia kampus adalah lingkungan yang khas dari suatu masyarakat. Kampus adalah sebagai wahana yang mempunyai peranan penting dan strategies untuk menyiapkan generasi serta kader penerus bangsa dan Negara.
Di dalam dunia kampus sebagai dunia pendidikan tinggi, mahasiswa memperoleh pendidikan berupa pengetahuan yang khas dari suatu disiplin ilmu yang ditempuhnya., ketika seseorang menempuh pendidikan di perguruan tinggi maka kita kan menemukan bahwa mahasiswa suasana sekaligus mengemban tanggung jawab adapun tanggung jawab tersebut adalah tanggung jawab intelektual dan moral.
Berdasarkan masalah diatas, maka mahasiswa didalam pendidikan di kampus hendaklah diberikan pemahaman akan pentingnya mengasah minat dan bakat mereka ketika mereka kuliah, sehingga dengan memberikan arahan dan bimbingan dalam mengikuti setiap kegiatan non akademik di kampus dapat meningkatkan soft skills, misalnya  untuk meningkatkan thinking skillslearning skills dan living skills
·         Learning Skills adalah keterampilan yang digunakan agar mahasiswa selalu dapat mengembangkan diri melalui proses belajar yang berkelanjutan
·         Thinking Skills adalah keterampilan yang dibutuhkan pada saat mahasiswa berpikir untuk memecahkan masalah di kehidupan sehari-hari
·         Living skills adalah keterampilan yang dibutuhkan untuk beradaptasi dalam kehidupan sehari-hari.
Pada peningkatan learning skills, peserta didik mendapatkan teknik belajar, pemetaan pikiran, dan teknik membaca. Sedangkan thinking skills difokuskan pada peningkatan kemampuan menyelesaikan persoalan, pengambilan keputusan. Sementara living skills lebih ditekankan pada beberapa hal diantaranya manajemen diri, membangun impian, teknik berkomunikasi, mengelola konflik dan mengelola waktu.
Menurut Arthur W. Chickering (1969) digunakan pendekatan dan konsep pembinaan mahasiswa yang disebut  7 vectors of Development (SvoD). Adapun 7 Vectors of Development itu dibagi atas 7 tahapan dalam mengembangkan soft skills mahasiswa,3
Tahap 1 adalah DEVELOPING COMPETENCE, yaitu : Mahasiswa membutuhkan keterampilan dan keyakinan diri di bidang intelektual, fisik, dan hubungan interpersonal.
Tahap 2  adalah MANAGING EMOTIONS, yaitu : Mahasiswa membutuhkan kesadaran terhadap berbagai macam perasaan dan rangsangan melalui observasi diri secara terpisah, sehingga mampu mengontrol emosi serta menyatukan perasaan secara selaras.
Tahap 3 adalah MOVING THROUGH AUTONOMY TOWARD INTERPENDENCE, yaitu : mahasiswa membutuhkan kemampuan memotivasi dan mengatur diri sendiri serta mengurangi jaminan perhatian (ketertarikan) dan persetujuan dari orang lain. Kemampuan mengarahkan dirinya untuk mencapai tujuan atau sasaran yang hendak dicapai secara mandiri.
Tahap 4 adalah DEVELOPING MATURE INTERPERSONAL RELATIONSHIP yaitu: mahasiswa membutuhkan kemampuan untuk membangun sikap toleransi dan penerimaan antar sesama serta mematangkan potensi dirinya nenbangun hubungan yang harmonis.
Tahap 5  ESTABLISHING IDENTITY Yaitu : Mahasiswa ingin memperoleh secara akurat dan realistis tentang gambaran dirinya serta membangun citra dan harga dirinya untuk merasa mampu, percaya diri, serta memiliki nilai.
  Tahap 6  DEVELOPING PURPOSE, yaitu : mahasiswa membutuhkan kejelasan tujuan akhir yang hendak dicapai dari pendidikan yang diperolehnya
Tahap 7 DEVELOPING INTERGRITY yaitu : Mahasiswa membutuhkan kemampuan untuk mendefinisikan sistem nilai secara konsisten untuk membimbing aktivitas-aktivitas yang dilakukan sebagai manifestasi tanggung jawab sosial.
Di Universitas Brawijaya sebagai World Class Enteprenerial University telah dilakukan kegiatan untuk meningkatkan soft skills mahasiswa melalui pelatihan pelatihan seperti Potensi Diri dan Kreativitas,Team work Building, Public Speaking,Pengembangan jiwa Kewirausahaan dan Wawasan Kemandirian . Kegiatan ini dimaksudkan untuk meningkatkan jiwa entrepreneurial, diantaranya berani mengambil resiko, berani bermimpi, pantang menyerah dan selalu bersemangat. Sebenarnya kegiatan pengembangan soft skills tidak akan optimal bila hanya dilakukan melalui pelatihan, seminar dan workshop. Pengembangan soft skills harus dipraktekkan berulang-ulang dan didampingi oleh mentor.Universitas Brawijaya telah terbentuk Unit Kegiatan Mahasiswa yang menunjang pengembangan soft skills seperti Unit Kegiatan Mahasiswa  Forum Studi Pengembangan dan Penalaran, Riset dan Karya Ilmiah Mahasiswa, Mahasiswa Wirausaha dll.

Tugas 4

Nama  : I Pande Putu Gangga W P
NPM   : 23212513
Kelas : 2EB21

Apa keungggulan bisnis di indonesia dan mengapa bisnis tersebut kurang berkembang di indonesia ?

Direktur Pertamina Geothermal Energy, Ardiansyah mengatakan, pemanfaatan energi panas bumi (geothermal) perlu dilakukan secara sinergi oleh semua pihak. Pasalnya, tanpa itu semua sangat sulit untuk menggali potensi energi panas bumi yang ada di Indonesia saat ini.

"Saat ini Indonesia memiliki potensi energi panas bumi terbesar di dunia, setidaknya 29 gigawatt total potensi panas bumi. Sayangnya, dari jumlah tersebut, baru dimanfaatkan sekitar 1,2 gigawatt," kata dia, Jumat (1/11/2013).

Dia mengatakan, ini bertolak belakang dengan kebijakan energi nasional telah menargetkan agar panas bumi dapat menyokong 5 persen bauran energi nasional pada 2025. Namun yang terjadi hingga saat ini panas bumi baru berkontribusi 1 persen dengan perkembangan yang lambat," ujarnya.

Menurutnya, pengolahan sumber daya listrik dari energi panas bumi menjadi energi listrik juga telah dilakukan dan terus dikembangkan di Indonesia. Bahkan, untuk pengerjaan proyek percepatan energi listrik 10.000 MW tahap kedua.

"Pembangunan Pembangkit Listrik Panas Bumi (PLTP) memiliki porsi yang meningkat yang sangat signifikan. Dalam pembangunan proyek 10.000 MW tahap kedua, kurang lebih 43 buah PLTP dengan kapasitas total produksi listrik sebesar 4.925 MW ditargetkan dapat dibangun dan beroperasi," kata dia. 

Karena itu, lanjut Ardiansyah, yang jadi pemicu lambatnya perkembangan panas bumi kurang adanya sinergi sejumlah pihak terkait. Di sisi lain, masih sedikit pihak swasta yang kurang tampil berada di garis paling pertama memajukan energi panas bumi.

PGE akan terus meningkatkan pengetahuan dan tenaga sumber daya manusia nasional untuk pengembangan industri panas bumi sekaligus menjawab tantangan ketahanan energi nasional di masa mendatang.

Panas Bumi di Indonesia Tak Berkembang Karena Mafia Batubara
Sebagian besar listrik di Indonesia 88% lebih dipasok lewat pembangkit listrik berbahan bakar fosil, 42% batubara, 23% pakai BBM, dan 21% pakai gas alam. Di sisi lain, pengembangan panas bumi masih melempem padahal potensinya sangat besar, ada saja hambatannya. Ada yang bilang, ini karena ditentang mafia batubara.

Indonesia memiliki 40% panas bumi di dunia, terbesar di dunia dengan potensi mencapai hampir 30.000 megawatt (MW). Namun sampai saat ini, baru 1.336 MW atau kurang dari 4% yang baru termanfaatkan.

Kepala Persiapan Lahan dan Evaluasi Panas Bumi Direktorat Energi Baru Terbarukan Kementerian ESDM, Bambang Purbiyantoro mengungkapkan, kendala-kendala pengembangan panas bumi tidak hanya dari masalah teknis, tapi juga ada yang non teknis seperti dihalangi para mafia batubara.

"Jelaslah mafia-mafia batubara itu nggak mau panas bumi di Indonesia berkembang, bisa bangkrut usaha mereka," kata Bambang ketika berbincang saat kunjungan Media Trip WWF-Indonesia ke Gunung Mount Apo Filipina melihat proyek panas bumi pekan lalu.

Bambang mengungkapkan, sebagian besar pembangkit-pembangkit listrik batubara banyak tersebar di Jawa dan Sumatera, di mana juga menjadi tempat potensi besar panas bumi.

"Di Sumatera dan Jawa itu banyak pembangkit listrik batubara (PLTU) di mana di situ juga ada potensi besar panas bumi, bayangkan kalau panas bumi berkembang pesat di sana. Tidak terpakai batubara mereka mau dijual ke mana? Diekspor saja harganya murah sekali," katanya.

Padahal, kata Bambang, dengan adanya pembangkit panas bumi negara dan masyarakat akan mendapat keuntungan besar.
"Kita tidak perlu lagi beli batubara, nggak perlu pakai BBM buat produksi listrik khususnya di Sumatera dan Jawa, dengan panas bumi cuma ngebor sumur keluar uapnya diekstrak menjadi energi untuk memutar turbin dan jadilah listrik," katanya.

Bambang mengatakan, di Filipina satu sumur rata-rata menghasilkan potensi listrik masih di bawah 9 MW, sementara di Indonesia rata-rata di atas 15 MW.

"Namun berbeda dengan Filipina yang mendorong penuh pengembangan panas bumi, di Indonesia ada saja halangannya, ya karena undang-undang akibatnya izinnya tidak keluar. Ada lagi kebijakan Kementerian Keuangan mengenakan pajak bea masuk peralatan geothermal yang sebelumnya bebas, ya makin berat pengembangan panas bumi di Indonesia," ungkapnya.

Sementara Direktur Utama Pertamina Geothermal Energy (PGE) Ardiansyah mengatakan, banyak kendala dalam pengembangan panas bumi di Indonesia mulai dari masalah perizinan dan AMDAL, lahan kehutanan, serta masalah tarif.

"Kendalanya macam-macam, seperti proses penyelesaian perizinan dan AMDAL yang memerlukan waktu yang cukup lama, lahan wilayah kerja panas bumi yang sebagian besar berada pada kawasan hutan lindung dan cagar alam serta harga atau tarif yang masih belum mencerminkan harga keekonomian dari proyek geothermal," jelasnya.

Ardiyansyah menyebutkan, prospek geothermal di Indonesia sangat banyak, mulai dari Sumatera dari Pulau Weh, Muaralabo, Ulubelu, Sungai Penuh sampai Waypanas.

"Di Jawa mulai dari Darajat, Kamojang, Gunung Salak, Wayan Windu, Patuha sampai Wilis. Sedangkan di Indonesia bagian Timur dari Ulumbu-Flores, Lahendong, Kotamobagu sampai Tompaso," ujarnya.

Ardiansyah mengakui, pemerintah Indonesia bukannya tidak gencar mendorong energi terbarukan khususnya panas bumi. "Pada 2025 pemerintah menargetkan kapasitas geothermal mencapai 8.600 MW dengan mengandalkan pengembangan proyek geothermal Kamojang, Lahendong, Sibayak, Ulubelu, Lumur Balai, Hululais dan Karaha Bodas, kita lihat nantinya apakah bakal tercapai apa tidak," tutupnya.

Jumat, 22 November 2013

Tugas 3


Nama  : I Pande Putu Gangga W P
NPM   : 23212513
Kelas : 2EB21

Mengapa Lulusan Perguruan Tinggi di Indonesia Harus Memiliki Keunggalan Kompetitif

Keunggulan kompetitif adalah merujuk pada kemampuan sebuah organisasi untuk memformulasikan strategi yang menempatkannya pada suatu posisi yang menguntungkan berkaitan dengan perusahaan lainnya.
Saat ini, tidak sulit untuk menemukan perguruan tinggi. Hampir di setiap daerah sudah berdiri perguruan tinggi. Baik yang dikelola pemerintah maupun yayasan/masyarakat. Baik yang berbentuk akademi, sekolah tinggi, institut, atau universitas. Kota Malang merupakan salah satu kota yang memiliki banyak perguruan tinggi. Sehingga tidak heran, jika Kota Malang mendeklarasikan diri sebagai kota pendidikan. Dengan banyaknya perguruan tinggi yang berdiri di Kota Malang inilah, sehingga membuat lulusan SMA atau sederajat (calon mahasiswa) dapat lebih leluasa untuk memilih dan menentukan tempat tujuan belajar (kuliah) mereka. 
Dalam realitanya, perguruan tinggi di Kota Malang, tidak hanya menjadi sasaran masyarakat malang (arema) saja, namun juga banyak masyarakat daerah lain, bahkan luar Jawa hingga luar negeri pun “berebut kursi” untuk belajar di Kota Malang. Akan tetapi, kondisi tersebut tidak menyebar secara proporsional pada setiap penerimaan mahasiswa baru di perguruan tinggi yang ada di Kota Malang. Perguruan tinggi yang besar, mampu memperoleh calon mahasiswa dalam jumlah yang sangat besar, akan tetapi bagi perguruan tinggi menengah ke bawah dan tidak memiliki program studi yang lagi booming sekarang ini; misalnya prodi kedokteran, farmasi, keperawatan, dan teknik informatika, maka jumlah mahasiswa yang masuk juga sedikit.

Keunikan sebagai Keunggulan
Berpijak pada realitas itulah, perguruan tinggi –lebih-lebih yang berstatus swasta- seyogianya memiliki strategi bersaing untuk menjaga eksistensinya. Karena, jika perguruan tinggi tidak memiliki strategi bersaing, maka akan berpengaruh terhadap kualitas dan kuantitas jumlah lulusan yang dihasilkan. Salah satu strategi bersaing yang dapat diterapkan pergurun tinggi adalah keunggulan kompetitif perguruan tinggi. Salah satunya adalah dengan memunculkan keunikan perguruan tinggi bersangkutan, misalnya Universitas Negeri Malang (UM) memiliki jargon “learning university”, yang akan terus berkomitmen menghasilkan yang memiliki keunggulan di bidang pendidikan dan pengajaran.  Universitas Brawijaya memiliki jargon world class entrepreneur university, yang bertekad untuk menghasilkan lulusan berkelas dunia yang memiliki mental entrepreneur. UIN Maliki Malang membangun keunggulan dengan cara menyelenggarakan pendidikan secara integratif, yakni memadukan tradisi perguruan tinggi dan pesantren, baik secara kelembagaan maupun kurikulumnya. Universitas Kanjuruhan mengusung jargon sebagai kampus multikulural, yang berupaya menjadi tempat belajar mahasiswa dari berbagai lintas suku, agama, dan daerah, dan keunikan-keunikan lainnya. 
Dengan adanya “keunikan” sebuah perguruan tinggi yang juga merupakan identitas tersebut, membuat calon mahasiswa dan orang tua akan mudah dalam memilih dan menentukan perguruan tinggi yang akan dijadikan sebagai tempat belajarnya. Dengan keunggulan kompetitif, maka perguruan tinggi akan memudahkan dalam mengembangkan lembaga tesebut. 
Menurut Porter, sebagaimana yang disadur oleh Nurdin (2008), menyatakan bahwa terdapat lima model yang dapat digunakan untuk menganalisis kompetitif suatu perguruan tinggi. Pertama adalah berdirinya perguruan tinggi baru, baik negeri maupun swasta serta perguruan tinggi asing yang membuka cabang di suatu wilayah. Kedua, kekuatan mahasiswa baru, baik yang baru lulus dari SMA/sederajat maupun yang telah bekerja. Ketiga, ancaman produk pengganti, yaitu kursus/pelatihan yang setara pendidikan Diploma 1 atau Diploma 2 yang lebih mengedepankan praktik dengan porsi lebih besar dibanding teori. Keempat, kekuatan tawar-menawar penyedia mahasiswa (pihak SMA/sederajat), dimana pihak SMA/sederajat melakukan kerjasama dengan perguruan tinggi untuk merekomendasikan siswa lulusannya untuk mendaftarkan diri pada perguruan tinggi tersebut, serta melakukan kerjasama dalam bidang pendidikan yang mampu memberikan keuntungan bagi kedua belah pihak. Kelima, persaingan diantara perguruan tinggi yang sudah ada, (misalnya) di Kota Malang saat ini terdapat sekitar 58 perguruan tinggi baik negeri maupun swasta sehingga menguatkan persaingan untuk sama-sama menjaring mahasiswa baru dari dalam atau luar wilayah Kota Malang.
Keunggulan perguruan tinggi sangat dibutuhkan, karena identitas suatu lembaga akan dikenal oleh masyarakat, yang mana mereka akan lebih mengenal brand image yang dimiliki oleh suatu lembaga. Salah satu brand image yang dimiliki oleh suatu perguruan tinggi, misalnya adalah kemampuan tentang tri bahasa, yaitu dalam kurikulum terdapat matakuliah Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, dan Bahasa Mandarin. Sehingga lulusan dari perguruan tinggi akan mengusai tiga bahasa, dan imbasnya akan berpengaruh terhadap peluang lapangan pekerjaan, karena tidak ada perguruan tinggi tinggi lain yang mengajarkan tiga bahasa. Contoh yang lain adalah memberikan kemampuan terhadap mahasiswa dalam bidang teknologi informasi, yang mana mahasiswa diwajibkan untuk menguasai teknologi informasi serta mampu mengikuti ujian kompetensi yang diselenggarakan oleh Microsoft, sehingga jika mahasiswa lulus akan mendapatkan sertifikasi dari Microsoft dan sertifikat tersebut akan sangat berguna sekali dalam mencari lapangan pekerjaan. Karena secara kemampuan penguasaan teknologi, lulusan tersebut sudah tidak diragukan lagi.
Oleh karena itu, keunggulan kompetitif harus dimiliki oleh setiap perguruan tinggi untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas mahasiswa. Yang nantinya akan memudahkan untuk mencapai tujuan dari setiap perguruan tinggi baik menjadi world class university, research university, maupun learning university, atau lainnya.

Senin, 11 November 2013

Tulisan 3

Nama  : I Pande Putu Gangga W P
NPM   : 23212513
Kelas : 2EB21
Mengapa koperasi di Indonesia sulit berkembang

Sistem administrasi koperasi di Indonesia masih tergolong buruk sehingga membuat koperasi sulit didongkrak untuk menjadi bisnis berskala besar. "Salah satu yang menjadi penghalang koperasi menjadi bisnis skala besar secara internal adalah pada kualitas sumber daya manusia, pelaksanaan prinsip koperasi, dan sistem administrasi dan bisnis yang masih rendah," kata Asisten Deputi Urusan Asuransi dan Jasa Keuangan Kementerian Koperasi dan UKM Toto Sugiyono, Sabtu (14/9).
Administrasi koperasi yang belum tertata dengan baik, menurut dia, sudah saatnya diakhiri melalui peningkatan kualitas sumber daya manusia pengelola koperasi. Jika administrasi koperasi dilakukan secara profesional, ia berpendapat, bukan tidak mungkin akan lebih banyak jumlah koperasi di Indonesia yang bisa masuk dalam 300 The Global Cooperatives versi ICA (International Cooperative Alliance)."Sayangnya, kendala koperasi di Indonesia bukan hanya dari internal tapi juga dari faktor eksternalnya," katanya.
Ia menambahkan secara eksternal, kemampuan koperasi di Indonesia masih tergolong rendah dalam memanfaatkan peluang. Meski begitu, sudah ada beberapa koperasi yang memenuhi target untuk menjadi Koperasi Skala Besar (KSB) baik dari sisi aset, jumlah anggota, maupun volume usaha mereka di antaranya Kospin Jasa Pekalongan dan KSP Artha Prima di Jawa Tengah.
Kospin Jasa, misalnya, sampai saat ini telah memiliki anggota lebih dari 8.000 orang seluruh Indonesia dengan jumlah aset mencapai Rp12,5 triliun. Toto berharap ke depan akan ada lebih banyak koperasi serupa berkembang di Indonesia sehingga peran koperasi sebagai pemberdaya ekonomi masyarakat semakin besar dan terasa. "Pemerintah siap memberikan akses informasi dan fasilitasi dalam rangka peningkatan kapasitas," katanya. Ia juga berjanji untuk meningkatkan pengawasan simpan-pinjam dan siap memberikan jalan keluar persoalan yang dihadapi koperasi. "Kita upayakan agar koperasi semakin meningkatkan profesionalisme dimulai dengan pembenahan administrasi bisnis yang berstandar bisnis," katanya.

Berikut ini ada beberapa factor penyebab koperasi di Indonesia sulit berkembang :
Permasalahan Internal:
1) Para anggota Koperasi yang kurang dalam penguasaaan ilmu pengetahuan dan teknologi ,dan kemampuan menejerial.
2) Alat perlengkapan organisasi koperasi belum sepenuhnya berfungsi dengan baik.
3) Dalam pelaksanaan usaha, koperasi masih belum sepenuhnya mampu mengembangkan kegiatan di berbagai sektor perekonomian karena belum memiliki kemampuan memanfaatkan kesempatan usaha yang tersedia.
4) Belum sepenuhnya tercipta jaringan mata rantai tata niaga yang efektif dan efisien, baik dalam pemasaran hasil produksi anggotanya maupun dalam distribusi bahan kebutuhan pokok para anggotanya.
5) Terbatasnya modal yang tersedia khususnya dalam bentuk kredit dengan persyaratan lunak untuk mengembangkan usaha.
6) Keterbatasan jumlah dan jenis sarana usaha yang dimiliki koperasi, dan kemampuan para pengelola koperasi dalam mengelola sarana usaha yang telah dimiliki.
7)  Kebanyakan pengurus koperasi telah lanjut usia sehingga kapasitasnya terbatas

Permasalahan Eksternal:
1). Bertambahnya persaingan dari badan usaha yang lain yang secara bebas memasuki bidang usaha yang sedang ditangani oleh koperasi
2). Kurang adanya keterpaduan dan konsistensi antara program pengembangan koperasi dengan program pengembangan sub-sektor lain, sehingga program pengembangan sub-sektor koperasi seolah-olah berjalan sendiri, tanpa dukungan dan partisipasi dari program pengembangan sektor lainnya.
3). Dirasakan adanya praktek dunia usaha yang mengesampingkan semangat usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan dan gotong-royong.
4). Masih adanya sebagian besar masyarakat yang belum memahami dan menghayati pentingnya berkoperasi sebagai satu pilihan untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan.
5). Tingkat harga yang selalu berubah (naik) sehingga pendapatan penjualan sekarang tidak dapat dimanfaatkan untuk meneruskan usaha, justru menciutkan usaha.
6). Sebagai organisasi yang membawa unsur pembaruan, koperasi sering membawa nilai-nilai baru yang kadang-kadang kurang sesuai dengan nilai yang dianut oleh masyarakat yang lemah dan miskin terutama yang berada di pedesaan.
7). Belum terciptanya pola dan bentuk-bentuk kerjasama yang serasi, baik antar koperasi secara horizontal dan vertikal maupun kerjasama antara koperasi dengan BUMN dan Swasta.

Faktor lainnya :
1.   Manajemen pengelolaan yang kurang profesional
Manajemen koperasi yang kurang berkembang diantaranya disebabkan oleh kurang apiknya pengelolaan oleh sumber daya manusia yang kurang begitu kompeten dalam menghadapi kemajuan zaman dan teknologi. Manusia sekarang memang kurang memahami apa arti manajemen itu sendiri, oleh karnanya hampir dalam segala aspek dan bidang terutama koperasi tidak dapat terorganisir antara pekerjaan yang satu dengan yang lain, serta kurang terorganisir juga hubungan antara atasan dengan anggota dibawahnya. Solusi yang tepat dalam menangani masalah ini adalah dengan cara lebih memerhatikan para anggota dalam melakukan segala tindak pekerjaannya, serta dengan cara memberikan penyuluhan secara rutin kepada anggota pada kurun waktu yang sama.
2.   Demokrasi ekonomi yang kurang
Dalam arti kata demokrasi ekonomi yang kurang ini dapat diartikan bahwa masih ada banyak koperasi yang tidak diberikan keleluasaan dalam menjalankan setiap tindakannya. Setiap koperasi seharusnya dapat secara leluasa memberikan pelayanan terhadap masyarakat, karena koperasi sangat membantu meningkatkan tingkat kesejahteraan rakyat oleh segala jasa – jasa yang diberikan, tetapi hal tersebut sangat jauh dari apa ayang kita piirkan. Keleluasaan yang dilakukan oleh badan koperasi masih sangat minim, dapat dicontohkan bahwa KUD tidak dapat memberikan pinjaman terhadap masyarakat dalam memberikan pinjaman, untuk usaha masyarakat itu sendiri tanpa melalui persetujuan oleh tingkat kecamatan dll. Oleh karena itu seharusnya koperasi diberikan sedikit keleluasaan untuk memberikan pelayanan terhadap anggotanya secara lebih mudah, tanpa syarat yang sangat sulit.
3.   Kelembagaan koperasi
Sejumlah masalah kelembagaan koperasi yang memerlukan langkah pemecahan di masa mendatang meliputi hal-hal: 1) Kelembagaan koperasi beum sepenuhnya mendukung gerak pengembangan usaha. Hal ini disebabkan adanya kekuatan, struktur dan pendekatan pengembangan kelembagaan yang kurang memadai bagi pengembangan usaha. Mekanismenya belum dapat dikembangkan secara fleksibel untuk mendukung meluas dan mendalamnya kegiatan usaha koperasi. Aspek kelembagaan yang banyak dipermasalahahkan antara lain adalah daerah kerja, model kelembagaan koperasi produksi, koperasi konsumsi dan koperasi jasa, serta pemusatan koperasi. 2) Alat perlengkapan organisasi koperasi belum sepenuhnya berfungsi dengan baik. Hal ini antara lain disebabkan oleh: a) Pengurus dan Badan Pemeriksa (BP) yang terpilih dalam rapat anggota serta pelaksana usaha pada umumnya tidak memiliki pengetahuan dan keterampilan yang memadai, sehingga kurang mampu untuk melaksanakan pengelolaan organisasi, manajemen dan usaha dengan baik, serta kurang tepat dalam menanggapi perkembangan nngkungan. b) Mekanisme hubungan dan pembagian kerja antara Pengurus, Badan Pemeriksa dan Pelaksana Usaha (Manajer) masih belum berjalan dengan serasi dan saling mengisi. c) Penyelenggaraan RAT koperasi masih belum dapat dilakukan secara tepat waktu dan dirasakan masih belum sepenuhnya menampung kesamaan kebutuhan, keinginan dan kepentingan dari pada anggotanya. 
4.   Aspek lingkungan
1)    Kemauan politik yang kuat dari amanat GBHN 1999-2004 dalam upaya pengembangan koperasi, kurang diikuti dengan tindakan-tindakan yang konsisten dan konsekuen dari seluruh lapisan struktur birokrasi pemerintah.
2)    Kuran adanya keterpaduan dan konsistensi antara program pengembangan koperasi dengan program pengembangan sub-sektor lain, sehingga program pengembangan sub-sektor koperasi seolah-olah berjalan sendiri, tanpa dukungan dan partisipasi dari program pengembangan sektor lainnya.
3)    Dirasakan adanya praktek dunia usaha yang mengesampingkan semangat usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan dan gotong-royong.
4)    Masih adanya sebagian besar masyarakat yang belum memahami dan menghayati pentingnya berkoperasi sebagai satu pilihan untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan.
5)    Sikap sebagian besar masyarakat di lingkungan masyarakat yang miskin dirasakan masih sulit untuk diajak berusaha bersama, sehingga di lingkungan semacam itu kehidupan berkoperasi masih sukar dikembangkan.
6)    Sebagai organisasi yang membawa unsur pembaruan, koperasi sering membawa nilai-nilai baru yang kadang-kadang kurang sesuai dengan nilai yang dianut oleh masyarakat yang lemah dan miskin terutama yang berada di pedesaan.
5.   Prinsip koperasi Rochdale bagian kerjasama dan sukarela serta terbuka tidak dijalankan
Kenapa saya bilang begitu, karena kalau kita lihat koperasi Indonesia bersifat tertutup dan terjadi pengkotak kotakan. Keanggotaan koperasi hanya berlaku untuk yang seprofesi, misal koperasi nelayan anggotanya nelayan saja, koperasi guru anggotanya guru saja. Ini menyebabkan pergerakan koperasi tidak maksimal, walaupun sudah di bentuk koperasi sekunder tetapi belum mampu menyatukan kerja sama antar koperasi yang berbeda beda jenis. Misal contohnya koperasi yang mempunyai swalayan sekarang banyak yang bangkrut karena kalah oleh minimarket minimarket modern seperti Alfamart yang tersebar dimana mana. Rata rata koperasi tersebut kalah dalam segi harga, karena dalam hal pembelian barang, Alfamart punya kelebihan. Alfamart membeli barang dagangan untuk beratus ratus toko sehingga harga beli lebih murah karena barang yang dibeli banyak. Nah sedangkan koperasi yang ”single fighter” pasti akan kalah karena membeli barang sedikit pasti rabatnya pun sedikit, coba bila semua koperasi swalayan bersatu seIndonesia dan melakukan Joint Buying pasti harganya lebih murah karena barang yg dibeli secara bersama sama akan lebih banyak. Berbeda sekali dengan diluarnegeri misal di Kanada ada koperasi yang keanggotanya terbuka untuk semua orang dan bergerak diberbagai bidang, bahkan saking solidnya koperasi ini masuk jajaran koperasi ternama di kanada (www.otter.coop), selain itu koperasi sekundernya pun mampu mempererat kerjasama antar koperasi sehingga daya tawar koperasi jadi lebih tinggi bahkan setara MNC .

Sumber :